Home » 2017 » March » 16

Daily Archives: March 16, 2017

PANDANGAN LGBT DI INDONESIA

Gambar: equalityoffice Banyak sekali masyarakat beranggapan bahwa LGBT adalah kaum yang menyimpang, kaum berdosa, dan bahkan ada negara yang melarang adanya LGBT. Sebenarnya apa itu LGBT ? LGBT adalah akronim dari Lesbian, Gay, Bisex, dan Transgender. Lesbian adalah seseorang perempuan yang tertarik dengan perempuan lain; Gay adalah seorang pria yang tertarik dengan pria lain atau sering dipakai untuk menggambarkan homoseksual; Bisex adalah orang tertarik baik kepada pria dan perempuan; dan Transgender adalah orang yang identitas gendernya bukan laki-laki dan perempuan atau berbeda dengan yang biasa ditulis dokter di sertifikat. Istilah tersebut digunakan untuk menggantikan frasa “komunitas gay” karena istilah tersebut sudah mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan. Dibuatnya akronim bertujuan untuk menekankan keanekaragaman budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender. Istilah LGBT kadang-kadang juga digunakan untuk semua orang yang tidak heteroseksual, bukan hanya homoseksual, biseksual, atau transgender. Maka dari itu, seringkali huruf Q ditambahkan agar queer dan orang-orang yang masih mempertanyakan identitas seksual mereka juga terwakili. Queer adalah kata yang bisa digunakan sebagai pernyataan politik dan menunjukkan seseorang yang tidak mau diidentifikasi sebagai gender yang bisa dipasangkan. LGBT juga mempunyai simbol tersendiri yaitu bendera pelangi. Dalam sejarahnya, bendera pelangi ini dibuat oleh Gilbert Baker, seniman San Fransisco pada tahun 1978. Ketika itu ia menyanggupi permintaan seorang gay, Harvey Milk, untuk mendesain bendera mendukung hak-hak kaum gay. Baker memilih warna pelangi bukan tanpa alasan, ia mengungkap kepada Time, “Kami membutuhkan sesuatu yang menyatakan (ekspresi keberadaan) kita. Pelangi benar-benar cocok untuk menggambarkan ide itu, dalam hal keberagaman: warna, jenis kelamin dan ras. Bendera tersebut berwarna enam warna tanpa pink dan biru kehijauan. Mengapa LGBT tidak dapat diterima dalam lingkup masyarakat Indonesia? karena memang menurut nilai-nilai agama, budaya, UU di negara Indonesia masih tidak diperbolehkan, dan adanya prasangka bahwa suatu hari nanti LGBT akan membuat anak Indonesia menjadi seperti kaum LGBT, dan banyaknya asumsi dari masyarakat bahwa LGBT itu buruk, berikut anggapan masyarakat: hubungan sesama jenis dilarang oleh agama dan tergolong dosa besar; manusia diciptakan berpasang-pasangan oleh Tuhan, sudah seharusnya kita sebagai manusia mengikuti aturan tersebut dan tidak bertindak melawan kodrat; dan bencana alam semakin hari semakin banyak terjadi dan merupakan tanda-tanda berakhirnya zaman, seiring dengan semakin banyaknya orang yang menyatakan dirinya bagian dari LGBT, serta juga media juga ikut berperan, adanya beberapa kutipan pendapat yang tidak setuju dengan LGBT sebagai berikut: Wakil Ketua MPR RI Mahyudin menegaskan bahwa penyebaran paham dan perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) itu jelas bertentangan dengan Pancasila dan agama. Untuk itu, siapa pun di Indonesia tidak boleh menyebarkannya. “Semua agama yang diakui di Indonesia jelas melarang perilaku dan paham LGBT. Dan, karena itu pasti bertentangan dengan falsafah bangsa, yakni Pancasila,’’ kata Mahyudin seusai mengadakan pertemuan dengan para mahasiswa di Aula Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, di Cilegon, Kamis (25/2); Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) turut bersuara menanggapi fenomena Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Mereka mengecam tindakan promosi dan propaganda LGBT. “Kita bersandarkan nilai-nilai agama, budaya dan UU yang ada di negara ini,” ujar Wakil Ketua Umum ICMI, Sri Astuti Buchari, di Wisma Kodel, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/2/2016). Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pihak-pihak yang tergolong LGBT sebenarnya tetap hanyalah manusia biasa yang berhak hidup dengan damai dan tenteram di negaranya sendiri. Mereka adalah orang-orang yang memiliki hati, memiliki perasaan, juga dapat jatuh cinta pada orang lain sama seperti kaum Heteroseksual. Namun perbedaan hanya terletak pada pasangan yang mereka sukai. Maka dari itu seharusnya kita dapat menghargai keberadaan LGBT atas dasar kemanusiaan sebagaimana kita menghargai perbedaan yang ada di sekitar kita; mendukung bukan berarti menjadi bagian darinya, kita cukup menerima dan memahami keadaannya; jangan mengucilkan apabila ia tidak mengganggu kita; LGBT bukanlah lagi penyakit atau kelainan mental menurut penelitian yang dilakukan oleh American Psychiatric Association semenjak tahun 1973; juga menghargai bahwa ia juga memiliki hak asasi yang sama dengan kita; dan sejumlah pemuka agama di Indonesia menyatakan bahwa kaum LGBT harus dilindungi dari sikap diskriminasi warga negara lainnya, meskipun LGBT sangat bertentangan dengan ajaran agama, namun mereka tetap harus dilindungi dan dipenuhi hak serta kebebasan sebagai warna negara. Dalam pembahasan kali ini akan menggunakan Teori Spiral of Silence yang menjelaskan bahwa orang yang yakin bahwa mereka memiliki sudut pandang yang minoritas mengenai isu-isu publik akan tetap berada di latar belakang di mana komunikasi mereka akan dibatasi dan akhirnya mereka akan kehilangan kepercayaan diri untuk menyuarakan opininya, sedangkan mereka yang yakin bahwa mereka memiliki sudut pandang yang mayoritas akan lebih terdorong untuk membuka suara. Bahwa dalam hal ini suara mayoritas adalah kaum yang tidak setuju dengan adanya LGBT, sedangkan suara minoritas adalah kaum yang setuju dengan adanya LGBT. Pada suara mayoritas juga didukung dengan adanya media, karena banyaknya media yang tidak setuju dengan LBGT sehingga memberikan ruang bagi opini dari kelompok yang bersudut pandang mayoritas, dan membuat kelompok mayoritas memiliki keberanian dan kepercayaan diri untuk mengemukakan pendapat bahwa LGBT itu buruk, sedangkan kelompok minoritas akan takut mengemukakan pendapat tentang LGBT. Adanya juga asumsi dari Teori Spiral of Silence yaitu masyarakat mengancam individu-individu yang dianggap bertolak belakang dengan pandangan publik melalui tindakan pengisolasian serta adanya rasa takut terhadapat isolasi yang sangat berkuasa. Bahwa dimana kelompok mayoritas berkuasa tentang pendapat bahwa LGBT itu buruk sehingga kelompok minoritas tidak berani mengemukakan pendapatnya karena takut terhadap tindakan isolasi. Jadi dapat di katakan bahwa kaum LBGT umumnya memiliki hak asasi yang sama-sama pantas mereka dapatkan yaitu adalah hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan perlindungan, hak untuk berekspresi dan masih banyak lainnya. Sehingga sudah seharusnya kita tidak menyudutkan atau membatasi hak asasi para kaum LBGT, menghargai perbedaan, serta menerima dan memahami keadaannya. Kita pun juga perlu melakukan suatu tindakan, seperti dengan membimbing mereka agar mereka dapat kembali kedalam perilaku yang normal dan tidak menyimpang.

Kesimpulan :

Hubungan sesama jenis yang dilakukan manusia sudah dilarang oleh agama manapun. Dalam sebuah sejarah agama pun pernah terjadi dan mereka mendapat suatu balasan dari tuhan.
Untuk Hak yang diberikan oleh pemerintah, jika memang sudah ada organisasi ini sebaiknya dibatasi dan diatur oleh undang-undang atau perlu diberi hukuman mati kepada seluruh pengikut dan penganutnya.
Suatu bencana akan terjadi bila ini tetap diperbolehkan untuk berkembang.
Dan ini merupakan suatu penyakit jiwa yang menular jika tidak diatasi atau ditangani dengan benar.

 

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/jovian_057/pandangan-masyarakat-indonesia-tentang-lgbt-bagaimana_56f67229c4afbd1508a2ac16

PANDANGAN TENTANG LGBT MENURUT AGAMA & BUDAYA

Tentang LGBT

LGBT atau GLBT adalah akronim dari “lesbiangaybiseksual, dan transgender“. Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa “komunitas gay” karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.

Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman “budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender“. Kadang-kadang istilah LGBT digunakan untuk semua orang yang tidak heteroseksual, bukan hanya homoseksualbiseksual, atau transgender. Maka dari itu, seringkali huruf Q ditambahkan agar queer dan orang-orang yang masih mempertanyakan identitas seksual mereka juga terwakili (contoh. “LGBTQ” atau “GLBTQ”, tercatat semenjak tahun 1996).

Istilah LGBT sangat banyak digunakan untuk penunjukkan diri. Istilah ini juga diterapkan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan gender di Amerika Serikat dan beberapa negara berbahasa Inggris lainnya.

Tidak semua kelompok yang disebutkan setuju dengan akronim ini. Beberapa orang dalam kelompok yang disebutkan merasa tidak berhubungan dengan kelompok lain dan tidak menyukai penyeragaman ini. Beberapa orang menyatakan bahwa pergerakan transgender dan transeksual itu tidak sama dengan pergerakan kaum “LGB”. Gagasan tersebut merupakan bagian dari keyakinan “separatisme lesbian & gay”, yang meyakini bahwa kelompok lesbian dan gay harus dipisah satu sama lain. Ada pula yang tidak peduli karena mereka merasa bahwa: akronim ini terlalu politically correct; akronim LGBT merupakan sebuah upaya untuk mengategorikan berbagai kelompok dalam satu wilayah abu-abu; dan penggunaan akronim ini menandakan bahwa isu dan prioritas kelompok yang diwakili diberikan perhatian yang setara. Di sisi lain, kaum interseks ingin dimasukkan ke dalam kelompok LGBT untuk membentuk “LGBTI” (tercatat sejak tahun 1999). Akronim “LGBTI” digunakan dalam The Activist’s Guide of the Yogyakarta Principles in Action.

Sejarah LGBT

Sebelum revolusi seksual pada tahun 1960-an, tidak ada kosakata non-peyoratif untuk menyebut kaum yang bukan heteroseksual. Istilah terdekat, “gender ketiga“, telah ada sejak tahun 1860-an, tetapi tidak banyak disetujui.

Istilah pertama yang banyak digunakan, “homoseksual“, dikatakan mengandung konotasi negatif dan cenderung digantikan oleh “homofil” pada era 1950-an dan 1960-an, dan lalu gay pada tahun 1970-an. Frase “gay dan lesbian” menjadi lebih umum setelah identitas kaum lesbian semakin terbentuk. Pada tahun 1970, Daughters of Bilitis menjadikan isu feminisme atau hak kaum gay sebagai prioritas. Maka, karena kesetaraan didahulukan, perbedaan peran antar laki-laki dan perempuan dipandang bersifat patriarkal oleh feminis lesbian. Banyak feminis lesbian yang menolak bekerja sama dengan kaum gay. Lesbian yang lebih berpandangan esensialis merasa bahwa pendapat feminis lesbian yang separatis dan beramarah itu merugikan hak-hak kaum gay. Selanjutnya, kaum biseksual dan transgender juga meminta pengakuan dalam komunitas yang lebih besar. Setelah euforia kerusuhan Stonewall mereda, dimulai dari akhir 1970-an dan awal 1980-an, terjadi perubahan pandangan; beberapa gay dan lesbian menjadi kurang menerima kaum biseksual dan transgender. Kaum transgender dituduh terlalu banyak membuat stereotip dan biseksual hanyalah gay atau lesbian yang takut untuk mengakui identitas seksual mereka. Setiap komunitas yang disebut dalam akronim LGBT telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing, seperti apakah, dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain; konflik tersebut terus berlanjut hingga kini.

Akronim LGBT kadang-kadang digunakan di Amerika Serikat dimulai dari sekitar tahun 1988. Baru pada tahun 1990-an istilah ini banyak digunakan. Meskipun komunitas LGBT menuai kontroversi mengenai penerimaan universal atau kelompok anggota yang berbeda (biseksual dan transgender kadang-kadang dipinggirkan oleh komunitas LGBT), istilah ini dipandang positif. Walaupun singkatan LGBT tidak meliputi komunitas yang lebih kecil (lihat bagian Ragam di bawah), akronim ini secara umum dianggap mewakili kaum yang tidak disebutkan. Secara keseluruhan, penggunaan istilah LGBT telah membantu mengantarkan orang-orang yang terpinggirkan ke komunitas umum.

Aktris transgender Candis Cayne pada tahun 2009 menyebut komunitas LGBT sebagai “minoritas besar terakhir”, dan menambahkan bahwa “Kita masih bisa diganggu secara terbuka” dan “disebut di televisi.

 

Pandangan Agama Tentang LGBT

Dalam Islam LGBT dikenal dengan dua istilah, yaitu Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay) adalah perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara memasukan dzakar (penis)nya kedalam dubur laki-laki lain. Liwath adalah suatu kata (penamaan) yang dinisbatkan kepada kaumnya Luth ‘Alaihis salam, karena kaum Nabi Luth ‘Alaihis salam adalah kaum yang pertama kali melakukan perbuatan ini (Hukmu al-liwath wa al-Sihaaq, hal. 1). Allah SWT menamakan perbuatan ini dengan perbuatan yang keji (fahisy) dan melampui batas (musrifun). Sebagaimana Allah terangkan dalam al Quran:

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ ( ) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ ( )

 

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS. Al ‘Araf: 80 – 81)

Sedangkan Sihaaq (lesbian) adalah hubungan cinta birahi antara sesama wanita dengan image dua orang wanita saling menggesek-gesekkan anggota tubuh (farji’)nya antara satu dengan yang lainnya, hingga keduanya merasakan kelezatan dalam berhubungan tersebut (Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah, Juz 4/hal. 51).

Hukum Sihaaq (lesbian) sebagaimana dijelaskan oleh Abul Ahmad Muhammad Al-Khidir bin Nursalim Al-Limboriy Al-Mulky (Hukmu al liwath wa al Sihaaq, hal. 13) adalah haram berdasarkan dalil hadits  Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no. 338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no. 4018) bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

«لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ».

 

“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Dan janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut dengan wanita lain”.

 

Pandangan Budaya Terhadap LGBT

Kaum LGBT yang memiliki perilaku yang berbeda dibanding mayoritas masyarakat Indonesia yang berpegang teguh pada adat istiadat daerah dan religius yang tidak membenarkan perilaku LGBT tentu akan mendapat pengucilan di masyarakat karena mayoritas masyarakat menganggap perilaku mereka menyimpang dan tidak jarang dianggap sebuah penyakit ataupun kelainan. Pengucilan dan tidak diterimanya kaum LGBT di masyarakat merupakan sebuah kontrol sosial alami dimana masyarakat secara sadar merasakan sebuah kekhawatiran akan sesuatu yang berbeda dari kebiasaan umum.

pandangan tentang LGBT

Kasus LGBT sebenarnya sudah pernah hangat dibahas di Indonesia mengenai pembunuhan mutilasi yang dilakukan oleh seorang gay terhadap pasangan sesame jenisnya. Bukan hanya berasal dari kaum awam, bahkan akhir-akhir ini terkuak ada kasus LGBT yang menyeret public figur. Banyak yang menolak atau bahkan mengecam LGBT karena dianggap tidak sesuai dengan adat, budaya Indonesia dan tidak sesuai dengan ajaran agama.

Mungkin banyak pertanyaan yang muncul di benak kita semua menganai LGBT seperti apakah sebenarnya LGBT itu? Faktor apakah yang menyebabkan seseorang bisa menjadi LGBT? Apakah LGBT dikatakan sebagai suatu peyakit mental (mental disorder) ? Apakah LGBT bisa disembuhkan? Bagaimana cara untuk menyembuhkan LGBT?

Lesbian Gay Bisexual Transgender atau yang sering disingkat dengan LGBT dianggap sebagai suatu kondisi penyimpangan orientasi seksual. Lesbian adalah sebutan bagi seorang wanita yang memiliki ketertarikan emosi dan hubungan seksual terhadap sesama wanita dan Gay adalah sebutan  bagi seorang pria yang memiliki ketertarikan emosi dan hubungan seksualnya adalah terhadap pria lain. Kondisi ini kerap disebut dengan homoseksual yakni memiliki ketertarikan secara fisik dan emosional dengan individu berjenis kelamin sama. Sedangkan biseksual adalah suatu kondisi seseorang yang memiliki ketertarikan emosi dan seksual kepada lawan jenis sekaligus kepada sesama jenis. Transgender adalah istilah yang digunakan untuk orang yang identitas gender, gender expression, atau perilakunya tidak sesuai dengan identitas seksualnya. Identitas gender (gender identity) adalah pengetahuan diri seseorang mengenai gendernya yaitu pria atau wanita, gender expression adalah cara seseorang untuk mengkomunikasikan identitas gendernya kepada orang lain melalui perilaku, pakaian, gaya rambut, suara atau karakteristik tubuhnya, dan identitas seksual adalah jenis kelamin biologis seseorang yang dibawa sejak lahir.

 

Apakah faktor yang menyebabkan seseorang bisa menjadi LGBT?

Tidak hanya ada 1 jawaban yang dapat menyebabkan seseorang bisa menjadi LGBT. Ada beberapa utama penyebab seseorang bisa menjadi LGBT.

1. Biologis
Faktor biologis seperti pengaruh genetik dan level hormon prenatal ( level hormone sebelum melahirkan), pengalaman masa kecil, dan pengalaman di masa remaja atau dewasa menurut banyak ahli dapat berpengaruh untuk perkembangan identitas gender dan transgender. Ada juga ahli yang berpendapat bahwa terdapat struktur yang bebeda pada medial preoptik area yang menyebabkan seseorang memiliki disorientasi seksual. Jika seseorang merasa tidak nyaman atau tidak puas dengan identitas seksual yang dibawanya sejak lahir karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan maka hal tersebut dapat menyebabkan seseorang menjadi transgender.

2. Lingkungan
Lingkungan mengambil peranan yang cukup penting bagi seseorang untuk memahami identitas seksual dan identitas gendernya. Faktor lingkungan ini terdiri atas :

  • Budaya / Adat Istiadat
    Pada dasarnya budaya dan adat istiadat yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu sedikit banyak mempengaruhi pribadi masing-masing orang dalam kelompok masyarakat tersebut. Demikian pula dengan budaya dan adat istiadat yang mengandung unsur homoseksualitas dapat mempengaruhi seseorang menjadi seorang homoseksual (lesbian dan gay) ataupun dengan budaya dan adat istiadat yang mengandung unsur biseksualitas yang dapat menyebabkan seseorang menjadi seorang biseksual. Mulai dari cara berinteraksi dengan lingkungan, nilai-nilai yang dianut, sikap, pandangan maupun pola pemikiran tertentu terutama berkaitan dengan orientasi, tindakan dan identitas seksual seseorang.
  • Pola Asuh
    Cara mengasuh seorang anak juga dapat mempengaruhi seseorang menjadi LGBT. Sejak dini seorang anak telah dikenalkan pada identitas mereka sebagai seorang pria atau perempuan. Pengenalan identitas diri ini tidak hanya sebatas pada sebutan namun juga pada makna di balik sebutan pria atau perempuan tersebut seperti penampilan fisik yang meliputi pemakaian baju, penataan rambut, pengenalan karakteristik fisik meliputi perbedaan alat kelamin pria dan wanita, karakteristik sifat seperti pria yang lebih menggunakan logika, lebih menyukai kegiatan yang memacu adrenalin dan mengandalkan fisik. Sedangkan wanita cenderung lebih menggunakan emosi dan perasaan dan lebih memilih kegiatan yang mengandalkan otak dan otot halus. Karakteristik tuntutan dan harapan seperti sosok pria yang dituntut menjadi tegas, kuat dan bekerja untuk menafkahi keluarga sedangkan wanita yang dituntut menjadi sosok yang lebut, halus agar bisa mengurus keluarga.
  • Figur orang yang berjenis kelamin sama dan relasinya dengan lawan jenis.
    Dalam proses pembentukan identitas seksual, seorang anak pertama-tama akan melihat pada orangtua mereka sendiri yang berjenis kelamin sama dengannya. Anak laki-laki melihat pada ayahnya dan anak perempuan melihat pada ibunya. Kemudian mereka juga melihat pada teman bermain yang berjenis kelamin sama dengannya. Karakteristik homoseksual terbentuk ketika anak-anak ini gagal mengidentifikasi dan mengasimilasi bagaimana menjadi dan menjalani peran sesuai dengan identitas seksual mereka berdasarkan nilai-nilai universal pria dan wanita. Kegagalan mengidentifikasi dan mengasimilasi identitas seksual ini dapat dikarenakan figur yang dilihat dan menjadi contoh untuknya tidak memerankan peran identitas seksual mereka sesuai dengan nilai-nilai universal yang berlaku. Misalnya, ibu yang terlalu mendominasi dan ayah yang tidak memiliki ikatan emosional dengan anak-anaknya. Ayah tampil sebagai figur yang lemah dan tidak berdaya atau orang tua yang homoseksual.
  • Kekerasan Seksual dan Pengalaman Traumatik Kekerasan Seksual
    Kekerasan seksual dan pengalaman traumatik kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab terhadap orang lain yang berjenis kelamin sama adalah salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi homoseksual.

Pandangan Islam

Dalam Islam LGBT dikenal dengan dua istilah, yaitu Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay) adalah perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara memasukan dzakar (penis)nya kedalam dubur laki-laki lain. Liwath adalah suatu kata (penamaan) yang dinisbatkan kepada kaumnya Luth ‘Alaihis salam, karena kaum Nabi Luth ‘Alaihis salam adalah kaum yang pertama kali melakukan perbuatan ini (Hukmu al-liwath wa al-Sihaaq, hal. 1). Allah SWT menamakan perbuatan ini dengan perbuatan yang keji (fahisy) dan melampui batas (musrifun). Sebagaimana Allah terangkan dalam al Quran yang artinya :

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS. Al ‘Araf: 80 – 81)

Sedangkan Sihaaq (lesbian) adalah hubungan cinta birahi antara sesama wanita dengan image dua orang wanita saling menggesek-gesekkan anggota tubuh (farji’)nya antara satu dengan yang lainnya, hingga keduanya merasakan kelezatan dalam berhubungan tersebut (Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah, Juz 4/hal. 51).

Hukum Sihaaq (lesbian) sebagaimana dijelaskan oleh Abul Ahmad Muhammad Al-Khidir bin Nursalim Al-Limboriy Al-Mulky (Hukmu al liwath wa al Sihaaq, hal. 13) adalah haram berdasarkan dalil hadits  Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no. 338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no. 4018) bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

 

“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Dan janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut dengan wanita lain”

LGBT dan Kebudayaan dalam indonesia

LGBT Adalah Bukti Bahwa Budaya Indonesia Sudah Berkiblat Ke Barat..Dan Ini Adalah Kehancuran Generasi

tentang LGBT atau orang – orang yang masuk dalam kategori dan golongan tersebut adalah sejatinya bicara masalah kodrat sebagai manusia, tidak membicarakan HAM lagi, karena LGBT sudah melenceng jauh dari kodrat sebagai manusia yang hidup secara berpasang – pasangan yakni antara lelaki dengan wanita bukan pasangan sesama jenis. Kenapa sudah tidak membicarakan HAM lagi, ya dikaranekan budaya LGBT menyalahi kodrat sebagai manusia, apalagi Negara Indonesia menganut beberapa keyakinan Agama, dan Semua Agama melarang keras LGBT itu. Jika dibicarakan atau dikaitkan dengan HAM, semua manusia pasti punya Hak, namun bukankah Hak itu juga ada batasan dan larangannya, jika manusia waras pasti tidak akan melakukan hal hal semacam itu, orang – orang LGBT itu sudah dicabut akhlak dan rasa syukurnya oleh Tuhan Yang Maha Esa, dikarenakan mereka melawan kodrat yang telah Allah berikan kepada mereka.

PANDANGAN TENTANG LGBT MENURUT AGAMA, BUDAYA, DAN HAM

Assalamu’alaikum wr.wb …

 

Dalam perrmasalahan global saat ini, dunia sedang dilanda krisis humanisme hingga level terendah. Tercatat, sudah ada sekitar 23 Negara melegalkan pernikahan sejenis yang kemudian memunculkan benih-benih LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) dan efeknya langsung menjalar ke Indonesia. Pertanyaan yang menyeruak : Apakah Indonesia juga akan melegalkan pernikahan sesama jenis? Ditolerirkah LGBT itu? Beberapa hari yang lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama para pemuka agama memberikan pernyataan sikap tentang maraknya propaganda dan upaya legalitas LGBT. Mereka menyatakan bahwa LGBT bertentangan dengan ajaran agama, Pancasila, UUD 1945, dan UU Perkawinan, budaya indonesia, serta berdampak negatif terhadap tatanan sosial. Ditambahkan, bahwa para pelaku LGBT pantas dilindungi dari kekerasan dan disembuhkan/direhabilitasi. Jika dicermati, bahwa sikap MUI dan pemuka agama yang menentang propaganda dan upaya legalitas LGBT itu merupakan sikap yang sudah sesuai dan pas dengan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Di satu sisi, Pelaku LGBT ditempatkan sebagai warganegara seperti kita semua yang juga memiliki hak untuk dilindungi dari ancaman, kekerasan, penindasan, dan sejenisnya, namun disisi lain, negara juga harus melindungi warganya yang bukan pelaku LGBT dari keresahan maraknya propaganda LGBT yang dapat menggerus dan merusak nilai-nilai luhur, budaya, dan pandangan hidup bangsa. Terlepas dari hal di atas, faktanya sampai hari ini, memang belum ada aturan yang secara tegas melarang propaganda LGBT. Hal inilah yang kemudian memicu pro-kontra kehadiran aktivitas LGBT di media online, media massa, hingga media sosial. Eskalasi propaganda dan upaya melegalkan LGBT yang dilakukan oleh aktivis LGBT itu sampai saat ini mengalir deras. Bagi saya, sehebat apapun eskalasi itu, walaupun belum ada aturan yang secara tegas melarang propaganda LGBT, bukan berarti propaganda LBGT mendapatkan tempat untuk bersinggah. Mengapa? Karena bangsa kita memiliki nilai luhur, budaya, dan pandangan hidup bangsa yang berbeda dari negara-negara lainnya khususnya negara yang melegalkan LGBT.

 

HAM & Pandangan Hidup Bangsa

Para aktivis LGBT dalam berpropaganda selalu membawa isu Hak Asasi Manusia (HAM). Inilah yang dijadikan “jurus pamungkas” untuk mendesak negara agar mengakui eksistensi LGBT. Dalilnya jelas, bahwa mereka ingin diakui, diterima, dan dihormati sebagai komunitas yang bebas sesuka hatinya. Sementara nilai luhur, budaya, dan pandangan hidup bangsa dipinggirkan atas nama HAM. Terkait dengan hal itu, saya berpandangan, Pertama, Jika isu HAM yang dijadikan jurus, mari kita melihat Pasal 1 angka (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Di situ didefinisikan bahwa “HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Jadi jelas konteksnya, HAM merupakan karunia Tuhan dan HAM adalah hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Maka disini berlaku prinsip kemanusiaan dan ketuhanan. Anugerah Tuhan yang menciptakan kita berpasang-pasangan dengan lawan jenis sudah menjadi standar dalam agama apapun. Suka dengan sesama jenis sudah jelas melecehkan anugrah-Nya dan melanggar fitrah kemanusiaan.

 

Apalagi, di Indonesia HAM yang berlaku bukanlah HAM yang individual dengan hanya melindungi kepentingan pribadi atau satu kelompok saja, melainkan HAM yang bersifat komunal, yaitu untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas. Titik aksentuasinya adalah HAM komunal, bukan individual. Kita tidak bisa menyamakan konsep HAM kita seperti HAM barat ataupun HAM negara-negara lainnya. Lihatlah dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”. Rumusan pasal itu jelas, bahwa HAM dikonstruksikan untuk melindungi kepentingan bersama. Maka, pertimbangan moral, nilai-nilai agama, dan ketertiban umum harus menjadi landasan untuk melarang propaganda dan upaya legalitas LGBT.

 

Kedua, LGBT bukan hanya soal HAM, namun juga tentang nilai luhur, budaya, dan pandangan hidup bangsa. Menggiring perdebatan LGBT hanya menjadi persoalan HAM hanya akan melahirkan analisa yang cacat dan tidak utuh. Secara teori, kehidupan itu tidak terdiri dari penggalan-penggalan sektor yang berdiri dan bekerja sendiri-sendiri. Mengutip Fritjof Capra dalam bukunya “The Web of Life”, sesungguhnya kehidupan ini, termasuk kehidupan sosial, bahkan ekonomi, dan politik merupakan suatu jaringan kehidupan (web of life), sehingga satu sama lain berkelindan dengan erat. Memisahkan aspek-aspek kehidupan itu hanya akan menghasilkan analisis dan diagnosa yang tidak utuh dan cacat (Capra, 1997). Maka, membahas LGBT harus dibenturkan dengan nilai luhur dan budaya yang ada di Indonesia. Dalam kaitannya dengan budaya, tidak ada satu budaya dari daerah manapun di Indonesia yang menerima adanya LGBT. Selain itu, LBGT nyata-nyata bertentangan dengan nilai-nilai luhur warisan para pendiri bangsa.

 

Ketiga, dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kita semua sudah sepakat untuk bersandar pada Pancasila. Berkaca pada sejarah, Pancasila dirumuskan sebagai suatu konsensus sekaligus bintang penuntun (leitstar) yang dinamis, yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisi seperti ini, Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian, dan moralitas bangsa. Kita bisa melihat dalam sila pertama tentang ketuhanan dan sila kedua tentang kemanusiaan. Sila Ketuhanan dirumuskan menjadi sila pertama dengan harapan, bahwa moral Ketuhanan sebagai dimensi transendental harus memandu langkah-gerak seluruh penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara sila kedua, menekankan akan nilai-nilai humanisme. Prinsip kemanusiaan yang beradab adalah akhlak yang mulia yang dicerminkan dalam sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat, hakikat, dan martabat manusia. Kedua sila ini harus menjadi jiwa yang menginspirasi seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

 

Berdasarkan ketiga hal di atas, adanya fenomena LGBT sangat nyata-nyata bertentangan dengan HAM, budaya, nilai-nilai luhur, serta pandangan hidup bangsa. Jika kita semua dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara konsisten bersandar dengan nilai-nilai luhur, budaya, dan pandangan hidup bangsa, maka hal-hal yang dapat merongrong dan menggerogoti ketiganya harus dilawan. Dalam melawan LGBT, yang harus dilawan adalah perbuatannya, bukan orangnya. Kita boleh benci dengan LGBT, namun kita juga harus tetap adil karena pelaku LGBT merupakan sesama warga negara. Terlebih, negara juga harus memperlakukan secara adil terhadap pelaku LGBT, karena mereka adalah warga negara yang berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan penindasan. Tetap memperlakukan kaum LGBT secara adil juga sesuai dengan firman Tuhan, bahwa janganlah kebencian kita terhadap suatu kaum justru membuat kita berlaku tidak adil.

Wallahu’alam.

PANDANGAN TENTANG LGBT – Ratnasari Dewi

Pertanyaan :

Buat lah suatu kajian tentang permasalahan yang sedang hangat-hangatnya di negara kita yaitu tentang LGBT, kaitkan dengan agama dan budaya di negara kita.

Status : Tercapai 100%

Keterangan : Ya saya sudah mengerjakan tugas dengan baik

Bukti :

LGBT adalah akronim dari “lesbian, gay, biseksual, dan transgender”. Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa “komunitas gay” karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.

Istilah LGBT sangat banyak digunakan untuk penunjukkan diri. Istilah ini juga diterapkan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan gender di Amerika Serikat dan beberapa negara berbahasa Inggris lainnya.

menghadapi tantangan hukum dan prasangka yang tidak dialami oleh penduduk non-LGBT. Adat istiadat tradisional kurang menyetujui homoseksualitas dan berlintas-busana, yang berdampak kepada kebijakan publik. Misalnya, pasangan sesama jenis di Indonesia, atau rumah tangga yang dikepalai oleh pasangan sesama jenis, dianggap tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan perlindungan hukum yang lazim diberikan kepada pasangan lawan jenis yang menikah. Pentingnya di Indonesia untuk menjaga keselarasan dan tatanan sosial, mengarah kepada penekanan lebih penting atas kewajiban daripada hak pribadi, hal ini berarti bahwa hak asasi manusia beserta hak homoseksual sangat rapuh. Namun, komunitas LGBT di Indonesia telah terus menjadi lebih terlihat dan aktif secara politik.

Pandangan LGBT dari sudut pandang Agama.

Dalam pandangan agama budha pernikahan sejenis merupakan halangan untuk mencapai kesucian. Homoseksual dianggap sebagai salah satu faktor penyebab penurunan moral di masyarakat. Menurut ideologi kristen protestan tujuan utama pernikahan adalah untuk melestarikan kehidupan atau keturunan. Ini hanya bisa dicapai bila manusia menikah berlainan jenis kelamin. Agama katholik berpendapat suatu ikatan pernikahan hanya bisa dilakukan oleh pria dan wanita . Para pemeluk agama ini menganggap perilaku homoseksual sebagai bentuk penyimpangan. Agama hindu juga melarang pernikahan oleh pasangan sejenis. Agama Konghuchu memiliki prinsip bahwa pernikahan itu hanya terjadi antara lelaki dan wanita.

Dalam agama Islam, firman Allah SWT mengenai larangan berhubungan dengan sesama jenis terdapat dalam Q.S.Al-A’raf : 80-84, “Dan luth berkata kepada kaumnya : mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun sebelum kalian…..” juga dalam Q.S.Hud : 82-83 dan pada hadits, Ibnu Abbas : “Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum luth, (beliau mengulanginya sebanyak 3 kali)” [HR Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra IV/322 No.7337]. Kini dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun agama yang diakui di Indonesia yang membenarkan perilaku LGBT sehingga secara universal dapat dikatakan bahwa perilaku LGBT adalah sebuah penyimpangan dalam agama.

Pandangan LGBT dari sudut pandang budaya

Keberadaan kaum LGBT memang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat perkotaan. Tidak sedikit tempat di setiap sudut kota besar selalu diramaikan dengan hingar bingar kehidupan malam yang serba glamour, dan ditempat seperti itulah kaum LGBT seringkali dapat kita temui, termasuk kota Yogyakarta. Keberadaan kaum LGBT ini di tengah-tengah masyarakat menuai kontroversi. Hal ini dikarenakan kaum LGBT ini dianggap sebagai kaum minoritas yang memiliki penyimpangan orientasi seksual.
Ironisnya, Keberadaan LGBT ini selain mendapat perlakuan yang diskriminasi dari masyarakat namun juga banyak yang menjadi objek penghinaan bahkan kekerasan, karena dianggap bertentangan dengan budaya dan agama. Banyaknya kekerasan yang diterima mengakibatkan mereka pergi dan berkumpul dengan sesama. Akhirnya, komunitas LGBT terkesan ekslusif dan bertindak sembunyi-sembunyi.
Ditengah masyarakat dengan budaya Jawa dan adat ketimuran, kaum LGBT ini semakin merasa dipinggirkan oleh masyarakat. Keberadaan kaum LGBT dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang berkembang di Indonesia. Penyimpangan seksual yang mereka miliki dianggap sebagai dampak buruk globalisasi budaya barat yang melegalkan kaum ini dan dikhawatirkan akan mempengaruhi masyarakat lainnya. Tidak sedikit masyarakat yang memiliki stigma negatif terhadap kaum ini tidak berfikir bahwa munculnya orientasi seksual yang menyimpang ini, tidak sekedar keinginan dari individu mereka sendiri, namun juga merupakan bentukan dari konstruksi sosial yang mempengaruhi kondisi psikologis dari para penderita.
Indonesia sebagai negara hukum dan penegak HAM, dan merupakan salah satu negara yang turut meratifikasi International Covenan on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) sudah semestinya warga masyarakatnya mendapatkan perlakuan yang layak dan perlindungan sama dalam berbagai kehidupan masyarakat, seperti akses terhadap lapangan pekerjaan, pendidikan, dan jaminan keamanan sosial yang lain. Namun, pemerintahpun dalam hal ini belum dapat berbuat banyak terhadap kaum LGBT.
Dalam penelitian ini, kelompok kami bukan sebagai pihak yang pro LGBT atau yang anti LGBT, karena kelompok kami sendiri menyadari bahwa tidak semua hak dapat diberikan kepada setiap orang. Namun, yang menjadi keprihatinan kelompok kami dalam melihat kaum LBGT ini juga merupakan warga negara Indonesia yang seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama oleh pemerintah, namun seringkali masyarakat lain dan pemerintah lupa bahwa kaum ini juga merupakan bagian dari warga negara. Dan pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan hak-hak asasi kaum LGBT ini.

Kesimpulan :

Hubungan sesama jenis yang dilakukan manusia sudah dilarang oleh agama manapun. Dalam sebuah sejarah agama pun pernah terjadi dan mereka mendapat suatu balasan dari tuhan.
Untuk Hak yang diberikan oleh pemerintah, jika memang sudah ada organisasi ini sebaiknya dibatasi dan diatur oleh undang-undang atau perlu diberi hukuman mati kepada seluruh pengikut dan penganutnya.
Suatu bencana akan terjadi bila ini tetap diperbolehkan untuk berkembang.
Dan ini merupakan suatu penyakit jiwa yang menular jika tidak diatasi atau ditangani dengan benar.

Kebudayaan Indonesia tentang LGBT

Pertanyaan :

Buatlah suatu kajian tentang permasalahan yang sedang hangat-hangatnya di negara kita yaitu tentang LGBT, kaitkan dengan agama dan budaya di negara kita.

Status :

Tercapai 100%

Keterangan :

Saya telah mengerjakan tugas

Pembuktian :

Menurut saya  LGBT adalah kaum yang menyimpang, kaum berdosa, dan bahkan di Indonesia melarang adanya LGBT.

LGBT adalah akronim dari Lesbian, Gay, Bisex, dan Transgender. Lesbian adalah seseorang perempuan yang tertarik dengan perempuan lain. Misalnya Gay, gay adalah seorang pria yang tertarik dengan pria lain atau sering dipakai untuk menggambarkan homoseksual, Bisex adalah orang tertarik baik kepada pria dan perempuan.

LGBT pun tidak dapat diterima dalam lingkup masyarakat Indonesia? karena memang menurut nilai-nilai agama, budaya, UU di negara Indonesia masih tidak diperbolehkan, dan adanya prasangka bahwa suatu hari nanti LGBT akan membuat anak Indonesia menjadi seperti kaum LGBT, dan banyaknya asumsi dari masyarakat bahwa LGBT itu buruk, berikut anggapan masyarakat: hubungan sesama jenis dilarang oleh agama dan tergolong dosa besar; manusia diciptakan berpasang-pasangan oleh Tuhan, sudah seharusnya kita sebagai manusia mengikuti aturan tersebut dan tidak bertindak melawan kodrat; dan bencana alam semakin hari semakin banyak terjadi dan merupakan tanda-tanda berakhirnya zaman, seiring dengan semakin banyaknya orang yang menyatakan dirinya bagian dari LGBT, serta juga media juga ikut berperan, adanya beberapa kutipan pendapat yang tidak setuju dengan LGBT sebagai berikut: Wakil Ketua MPR RI Mahyudin menegaskan bahwa penyebaran paham dan perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) itu jelas bertentangan dengan Pancasila dan agama.

Permasalahan tentang LGBT

Menurut saya ini aneh dan mengerikan,, entah kenapa disetiap negara diperbolehkan menikah sesama jenis. entah apa yang ada dipikiran mereka, yang jelas sudah merusak moral bangsa.. Sedangkang di dalam budaya dan agama saja tidak di ajarkan seperti itu. Seharusnya dari kecil sudah mendapat pendidikan tentang akhlak dan moral, dari keluarga dan lingkungan yang sehat, pergaulan yang benar, dan pemberitahuan tentang larangan hukum tentang LGBT, dijamin tidak akan terjadi seperti itu…

Pendapat LGBT

Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) merupakan penyimpangan orientasi seksual yang bertentangan dengan fitrah manusia, agama dan adat masyarakat Indonesia. Menurut wikipedia, lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan. Istilah ini juga merujuk kepada perempuan yang mencintai perempuan baik secara fisik, seksual, emosional, atau secara spiritual. Sedangkan Gay adalah sebuah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual. Sedikit berbeda dengan bisexual, biseksual (bisexual) adalah individu yang dapat menikmati hubungan emosional dan seksual dengan orang dari kedua jenis kelamin baik pria ataupun wanita (kamuskesehatan.com). Lalu bagaimana dengan Transgender? Masih menurut wikipedia, transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang ditunjuk kepada dirinya. Seseorang yang transgender dapat mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun aseksual. Dari semua definisi diatas walaupun berbeda dari sisi pemenuhan seksualnya, akan tetapi kesamaanya adalah mereka memiliki kesenangan baik secara psikis ataupun biologis dan orientasi seksual bukan saja dengan lawan jenis akan tetapi bisa juga dengan sesama jenis.

Pandangan Saudara Tentang LGBT

Pertanyaan :
Buatlah suatu kajian tentang permasalahan yang sedang hangat-hangatnya di negara kita yaitu tentang LGBT, kaitkan dengan agama dan budaya di negara kita.
Keterangan : Saya sudah mengerjakan tugas ini
Status : Tercapai
Bukti :

LGBT seperti kita ketahui akronim dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an menggantikan frasa “komunitas gay” karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang kelainan orientasi seksual. Lesbian merupakan salah satu orientasi seksual terhadap sesama jenis (wanita), gay atau homoseks adalah orientasi seksual penyuka sesama jenis (laki-laki). Biseksual, orientasi seksual bisa kedua-duanya kepada wanita, maupun laki-laki, serta trangender, seseorang yang ingin berubah bentuk fisiknya, ketika lahir, misalnya laki-laki ingin menjadi perempuan atau sebaliknya.

Di negara Indonesia, komunitas LGBT belum bisa diterima masyarakat. Tidak sedikit masyarakat berpandangan miring dari benci, kotor, serta jijik sampai mengucilkan dan menjauhi mereka. Namun demikian terdapat juga kelompok masyarakat yang justru pro terhadap komunitas ini. Salah satu bentuk pengaplikasiannya terbentuk beberapa LSM seperti Swara Srikandi di Jakarta, LGBT Gaya Nusantara, LGBT Arus Pelangi, Lentera Sahaja dan Indonesian Gay Society di Yogyakarta.

Komunitas LGBT semakin terbuka menunjukkan identitas diri di ruang publik dan gencar memanfaatkan teknologi informasi, termasuk media sosial. Sarana chatting dan facebook yang dijadikan ruang untuk saling mengetahui, mengenal dan berbagi cerita menjadi ajang pencarian pasangan. Bukti-bukti di atas merupakan salah satu contoh berkembangnya komunitas LGBT, yang menurut mereka merupakan hak asasi mereka yang patut dilindungi.

Sejumlah orang terang-terangan mempublikasikan diri sebagai kaum homoseksual di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar dan Yogyakarta. Mereka yang termasuk dalam kelompok LGBT berbagai macam profesi, dari orang biasa, artis, perancang busana, dll.

Terlepas dari pro dan kontra, akhir-akhir ini kelompok LGBT menjadi pembicaraan hangat dikarenakan menginginkan komunitasnya dilegalkan oleh negara. Keinginan dari kelompok ini mendapat tentangan dari berbagai elemen masyarakat. Perilaku LGBT juga menjadi sorotan publik, dimana beberapa waktu yang lalu pasangan homoseksual/gay di Boyolali, melangsungkan sebuah acara hajatan. Dalam acara itu Darno atau yang dikenal dengan Ratu Airin Karla dan Dumani, adalah pasangan gay, menggunakan pakaian adat jawa layaknya sepasang pengantin. Keberadaan Support Group and Resource Center on Sexuality Studies (SGRC) di kampus Universitas Indonesia (UI) yang menawarkan konseling bagi kelompok LGBT juga menjadi sorotan publik.

Wasekjen Dewan Pertimbangan MUI, Prof. Nasaruddin Umar mengatakan kawin sejenis tidak sesuai dengan kepribadian bangsa dan kepribadian ajaran agama di Indonesia. Apapun alasannya itu tidak sesuai kepribadian bangsa dan umat beragama di Indonesia, Termasuk penggunaan alasan Hak Asasi Manusia. (HAM), Hak azasi umat beragama untuk menjaga nilai-nilai agama juga wajib dihormati. HAM itu ada pada setiap orang, jadi jangan atas nama HAM minoritas, HAM mayoritas diinjak- injak. Pemerintah harus menegakkan hukum secara tegas. Pendekatan pendidikan juga diperlukan untuk mencegah terjadinya perkawinan sejenis. Kalau sampai ada legalitas perkawinan sejenis akan ada persoalan tersendiri yang timbul.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir menegaskan, kelompok LGBT, tidak boleh masuk kampus, hal itu tidak sesuai dengan norma-norma yang ada dan melarang semua kegiatan LGBT di semua perguruan tinggi yang berada di bawah Kemenristek Dikti.Terkait dengan keberadaan SGRC yang mengatasnamakan UI, telah menghubungi Rektor UI ternyata pihak UI pun melarang dan menyatakan kegiatan tersebut tidak ada izinnya dan bukan merupakan bagian dari UI.

Anggota Komisi X DPR, Dwita Ria Gunadi mengecam kampus yang mengizinkan kelompok LGBT melakukan sosialiasi di kampus-kampus. LGBT itu tidak sesuai baik dari nilai agama maupun adat dan budaya di Indonesia. Selain itu juga mendapat laporan dari mahasiswa, di Lampung yang di salah satu kampusnya, kelompok LGBT mengadakan sosialisasi, bahkan salah seorang dosennya dengan terang-terangan sudah memproklamirkan diri di media sosial untuk terus mengkampanyekan LGBT.

Mereka itu dalam aksinya, memberikan pemahaman bahwa perilaku seks menyimpang adalah hak asasi, sehingga masyarakat harus menerima mereka. Padahal sudah jelas bahwa mereka harus disembuhkan bukan malah mengadakan kegiatan-kegiatan untuk menggalang dukungan supaya diterima oleh masyarakat.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi mengatakan, polemik LGBT, tidak bisa diselesaikan melalui pendekatan HAM dan demokrasi. Pendekatan yang benar adalah melalui rehabilitasi. Pada hakikatnya LGBT merupakan kelainan seksual dalam peri kehidupan seseorang, sebagaimana juga bisa terjadi di bidang yang lain, maka pendekatan yang benar adalah prevensi dan rehabilitasi sehingga seseorang bisa kembali normal. Prevensi dapat dilakukan sejak masa kanak-kanak sebagai penangkal dini apabila terdapat gejala kelainan seksual dengan cara psikoterapi, penyadaran, dan latihan-latihan agar kelainan seks itu tidak berkembang.

Sedangkan proses rehabilitasi diperlukan untuk mereka yang sudah terlanjur menjadi bagian dari kelainan tersebut. Sesulit apapun proses rehabilitasi ini harus dilakukan, agar jumlah LGBT tidak membesar. Yang perlu diperhatikan bahwa masyarakat umum tidak boleh menjauhi mereka secara diskriminatif karena sesungguhnya mereka sendiri juga tidak menyukai kelainan tersebut. Legalisasi yang dilakukan oleh negara-negara barat terhadap LGBT tidak berangkat dari norma etika dan agama, tapi semata karena pendekatan sekularis ateistik. Apabila di Indonesia secara sengaja dan terencana ada kampanye pengembangan LGBT maka hal tersebut merupakan bahaya terhadap budaya dan tata sosial agamis di Indonesia.

Keberadaan kelompok LGBT dikhawatirkan telah tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan harus diwaspadai oleh pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya. Untuk meminimalisir berkembangnya kelompok tersebut, peran orangtua, sangat penting untuk mengawasi kegiatan khususnya keluarga mereka sendiri agar tidak terjerumus dalam komunitasnya. Yang perlu diperhatikan bahwa masyarakat umum tidak boleh menjauhi mereka secara diskriminatif karena sesungguhnya mereka sendiri juga tidak menyukai kelainan tersebut.

Legalisasi yang dilakukan oleh negara-negara barat terhadap LGBT tidak berangkat dari norma etika dan agama, tapi semata karena pendekatan hak azasi manusia. Apabila di Indonesia secara sengaja dan terencana ada kampanye pengembangan LGBT maka hal tersebut merupakan bahaya terhadap budaya dan tata sosial agamis di Indonesia dan harus ditindak tegas.

LGBT sebagai gerakan yang diorganisir harus dilarang di negara kita atau pemerintah tidak boleh melegalkannya. menjamurnya mereka memberi pengaruh tidak baik terhadap mental dan moral generasi bangsa yang lambat-laun bisa mempengaruhi perilaku masyarakat. LGBT bertentangan dengan nilai-nilai agama, kepribadian dan budaya bangsa Indonesia serta Pancasila. Kebebasan yang mereka salahartikan dan merupakan gejala kejiwaan yang harus disembuhkan.

Mengimbau kepada pers dan media massa, termasuk media sosial, untuk berperan aktif dalam menjaga dan melindungi ketahanan keluarga dan kehidupan masyarakat Indonesia dari bahaya komunitas LGBT. Organisasi keagamaan juga harus berperan aktif agar dapat mencegah dan membantu menyelamatkan generasi bangsa yang terlanjur menempuh jalan sebagai LGBT untuk kembali ke jalan yang benar.

Dengan berperannya semua elemen yang ada dimasyarakat di harapkan komunitas LGBT tidak dapat berkembang dan akhirnya masyarakat kita yang telah salah jalan kembali kepada jalan yang benar sesuai dengan ajaran agama dan adat istiadat masyarakat Indonesia.

PANDANGAN SAUDARA TENTANG LGBT

Pertanyaan :

Buatlah suatu kajian tentang permasalahan yang sedang hangat-hangatnya di negara kita yaitu tentang LGBT, kaitkan dengan agama dan budaya di negara kita.

 

Status :

Tercapai 100%

 

Keterangan :

Sudah mengerjakan

 

Bukti :

Pandangan tentang LGBT
March 15, 2016Uncategorizedbelladhea
Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) merupakan penyimpangan orientasi seksual yang bertentangan dengan fitrah manusia, agama dan adat masyarakat Indonesia. Menurut wikipedia, lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan. Istilah ini juga merujuk kepada perempuan yang mencintai perempuan baik secara fisik, seksual, emosional, atau secara spiritual. Sedangkan Gay adalah sebuah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual. Sedikit berbeda dengan bisexual, biseksual (bisexual) adalah individu yang dapat menikmati hubungan emosional dan seksual dengan orang dari kedua jenis kelamin baik pria ataupun wanita (kamuskesehatan.com). Lalu bagaimana dengan Transgender? Masih menurut wikipedia, transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang ditunjuk kepada dirinya. Seseorang yang transgender dapat mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun aseksual. Dari semua definisi diatas walaupun berbeda dari sisi pemenuhan seksualnya, akan tetapi kesamaanya adalah mereka memiliki kesenangan baik secara psikis ataupun biologis dan orientasi seksual bukan saja dengan lawan jenis akan tetapi bisa juga dengan sesama jenis.
Walaupun kelompok LGBT mengklaim keberadaannya karena faktor genetis dengan teori “Gay Gene” yang diusung oleh Dean Hamer pada tahun 1993. Akan tetapi, Dean sebagai seorang gay kemudian meruntuhkan sendiri hasil risetnya. Dean mengakui risetnya itu tak mendukung bahwa gen adalah faktor utama/yang menentukan yang melahirkan homoseksualitas. Perbuatan LGBT sendiri ditolak oleh semua agama bahkan dianggap sebagai perbuatan yang menjijikan, tindakan bejat, dan keji.
Pandangan Islam
Dalam Islam LGBT dikenal dengan dua istilah, yaitu Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay) adalah perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara memasukan dzakar (penis)nya kedalam dubur laki-laki lain. Liwath adalah suatu kata (penamaan) yang dinisbatkan kepada kaumnya Luth ‘Alaihis salam, karena kaum Nabi Luth ‘Alaihis salam adalah kaum yang pertama kali melakukan perbuatan ini (Hukmu al-liwath wa al-Sihaaq, hal. 1). Allah SWT menamakan perbuatan ini dengan perbuatan yang keji (fahisy) dan melampui batas (musrifun). Sebagaimana Allah terangkan dalam al Quran:
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ ( ) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ ( )

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS. Al ‘Araf: 80 – 81)

Relativisme Moral

Dekonstruksi ragam orientasi seksual oleh gerakan pro LGBT berakar dari dalil relativisme moral. Pandangan relativisme moral meyakini ‘there are no moral absolutes’, tidak ada aturan atau standar moralitas yang bersifat absolut. Relativisme moral menolak adanya kebenaran tunggal yang mengikat semua orang. Kebenaran bersifat majemuk, bergantung individu, budaya, dan konteks sosial tertentu. Relativisme moral berangkat dari pendapat Kaum Sofis (muncul pada zaman Yunani kuno) bahwa lembaga-lembaga budaya, termasuk moral, hanya berdasar atas adat kebiasaan, karena itu beragam dan mudah berubah.

Akibatnya, masing-masing kelompok menjadi kebal kritik atas praktik moral yang dilakukan. Siapapun tidak berhak mengklaim dirinya benar dan menyalahkan pihak lain yang melanggar batasan moral. Standar bermoral dan tidak bermoral, penentuan salah dan benar, bersifat relatif bervariasi pada masing-masing individu dan kesepakatan masyarakat. Standar moral hanya berlaku pada beberapa orang atau relatif terhadap kelompok tertentu.Semua orang harus ‘toleran’ pada perbedaan pandangan standar moralitas dalam budaya lain.

Karena itu, kelompok pro LGBT merasa bebas mendefinisikan batasan moral mereka sendiri. Relativisme moral memberikan peneguhan kuat atas usaha pembenaran perilaku LGBT. Kelompok pro LGBT menciptakan versi kebenaran yang kontra dengan standar moral masyarakat. Penyimpanganperilaku seksual yang pada awalnya dipandang tidak bermoral kemudian dibongkarmenjadi perilaku normal. Penyimpangan perilaku seksual dikonstruksihanya merupakan keberagaman orientasi seksual seperti halnya perbedaan suku, agama, ras, dan budayadalam masyarakat. Perilaku LGBT dianggap manusiawi dengan dalih tidak merugikan orang lain. Tidak ada yang salah dalam perilaku LGBT dengan pembenaran selamaperilaku seksual yang terjadi aman, nyaman dan bertanggung jawab.

Masyarakat dituntut memberikan toleransi pada perilaku menyimpang LGBT. Pelaku LGBT mencari pengakuan identitas di masyarakat dari sudut pandang seksualitas.Penentangan atas perilaku LGBT kemudian dianggap sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Kelompok LGBT menuntut hak untuk bisa ‘hidup layak’ sesuai orientasi seksual mereka, mengekspresikan penyimpangan orientasi seksual sebebas-bebasnya.

Pengaruh LGBT dikalangan masyarakat dan khususnya remaja:
– Pergaulan anak remaja jadi lebih tidak terkontrol
– Masyarakat lebih trauma apabila LGBT Ada di lingkungannya
– Bagi anak di bawah umur bisa meniru apabila tidak jaga

Visitors

free counters

Archives

March 2017
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031